"Aku bukan teks yang sempurna. Tapi aku adalah teks yang ingin dimengerti."
Manas Zahir bukan sekadar novel. Ia adalah perjalanan metafiksional, puisi panjang yang terpecah menjadi bab-bab tafsir, serta ruang bagi siapa pun yang pernah merasa menjadi kutipan dari dunia yang tak sempat ditulis.
Zahir bukan pahlawan, bukan penyelamat. Ia hanya seseorang yang?di tengah dunia yang retak oleh banyak versi?memutuskan untuk menulis. Bukan demi kebenaran mutlak, tapi demi keberanian untuk menyentuh makna yang terus berubah.
Di dunia Wahdara yang ditopang oleh fraksi-fraksi dan resonansi kalimat, Zahir menghadapi pertanyaan paling mendasar:
Apakah mungkin menulis dunia yang adil, jika kita sendiri belum selesai membaca diri sendiri?
Lewat narasi puitik, struktur non-linear, dan refleksi filosofis yang mendalam, Manas Zahir mengajak pembaca untuk tak sekadar menikmati cerita, tapi juga menuliskan kembali dirinya sendiri.
Cocok bagi pencinta sastra eksistensial, pembaca reflektif, dan mereka yang percaya bahwa buku tak harus selesai untuk menjadi penting.